Gunung Ungaran |
Menurut cerita
rakyat setempat Gunung Ungaran tempat Candi Gedong Songo ini berdiri dahulu
kala digunakan oleh Hanoman untuk menimbun Dasamuka dalam perang besar
memperebutkan Dewi Sinta. Seperti diketahui dalam cerita pawayangan Ramayana
yang tersohor itu Dasamuka telah menculik Dewi Sinta dari sisi Rama, suaminya.
Untuk merebut
Sinta kembali pecahlah perang besar antara Dasamuka dengan bala tentara
raksasanya melawan Rama yang dibantu pasukan kera pimpinan Hanoman. Syahdan
dalam perang tersebut Dasamuka yang sakti tak bisa mati kendati dirajam
berbagai
senjata oleh Rama.
Gunung Ungaran |
Dasamuka yang
tertimbun hidu-hidup di dasar gunung Ungaran setiap hari mengeluarkan rintihan
berupa suara menggelegak yang sebenarnya berasal dari sumber air panas yang
terdapat disitu. Sumber air panas yang mengandung belerang itu sendiri akhirnya
menjadi tempat mandi untuk menghilangkan beberapa penyakit kulit.
Pada masa
hidupnya konon Dasamuka gemar minum minuman keras hingga siapapun yang datang
ke Gunung Ungaran dengan membawa minuman keras akan membangkitkan nafsu
Dasamuka. Mencium aroma miras erangan Dasamuka makin menjadi-jadi, ditandai
sumber air panas makin menggelegak. Kalau sampai tubuh Dasamuka bergerak-gerak
bahkan bisa menimbulkan gempa kecil. Demikian menurut cerita masyarakat
setempat.
Untuk sampai ke
lokasi Candi Gedong Songo sangat mudah. dari kota Ambarawa hanya berjarak sekitar 15 Km
yaitu ke arah barat melewati obyek wisata Bandungan. Jika dari Ungaran jaraknya
hanya 12 Km melalui Karangjati.
Masyarakat yakin
jika candi ini ditunggu oleh makhluk gaib yang berjuluk Mbah Murdo.
"Berdasarkan cerita eyang buyut Candi Gedong Songo dibangun oleh Ratu Sima
untuk persembahan kepada Dewa," ujarnya seperti dikutip Misteri. Konon,
tiap kali menghadapi masalah yang pelik Ratu Sima bersemedi di candi ini agar
mendapatkan jalan keluar yang terbaik.
Agaknya, candi
inipun mempunyai kekuatan yang sakti. Buktinya, kebesaran Ratu Sima diakui oleh
lawan-lawannya. Bahkan beberapa kerajaan takluk dan tunduk di bawah kekuasan
Ratu Sima. Namun, Siswoyo menegaskan, cerita tersebut hanyalah turun-temurun
dari nenek moyangnya.
Sampai saat ini
banyak pengunjung yang melakukan ritual khusus di candi tersebut. Mereka
memohon berbagai pertolongan agar tujuannya dapat dikabulkan. Kabarnya, candi
yang paling banyak dipakai untuk bersemedi adalah candi yang terletak di
deretan paling atas.
Sebelum memasuki
wilayah Candi Gedong Songo, sebaiknya pengunjung harus meminta ijin terlebih
dulu kepada Mbah Murdo, yang dipercaya sebagai penghuni gaib kawasan ini.
Sampaikan salam kepadanya, agar perjalanan atau ritual Anda tak terganggu.
Di kawasan cagar
budaya Candi Gedongsongo yang bersuhu rata-rata 19 sampai 27 derajad celcius
ini ternyata memiliki bio energi terbaik di Asia.
Bioenergi di kawasan ini bahkan lebih baik dari yang berada di pegunungan Tibet atau
pegunungan lain di Asia. Setelah kita menghirup bioenergi ini dapat memberikan
kesegaran di pikiran sehingga memunculkan ide-ide segar. Hal ini akan sangat
membantu memberikan kemajuan dan meningkatkan kualitas hidup.
Banyak mata air
dengan kepulan asap yang berbau menyengat. Konon, air ini penuh tuah. Terutama
untuk menyembuhkan penyakit kulit yang diderita seseorang.
Mata air keramat
itu dijaga oleh Nyai Gayatri, perempuan asal Pulau Dewata. Konon, semasa
hidupnya Nyai Gayatri adalah dayang Ratu Sima, yang dipercaya sebagai raja
pertama di Tanah Jawa. Ketika meninggal dunia, ia memilih menjaga mata air yang
mengandung belerang itu.
Kabarnya, Nyai
Gayatri tergolong makhluk yang baik hati. Ia suka memberi pertolongan kepada
sesama, terutama menyembuhkan berbagai jenis penyakit kulit. Tapi, jangan
coba-coba menyepelekan dia karena akibatnya bisa fatal.
Pernah suatu
ketika ada seorang pengunjung yang kencing di mata air tersebut. Tiba-tiba ia
menjerit seperti ada yang mencekik dirinya. Setelah dibawa ke paranormal,
rupanya, Nyai Gayatri, penunggu mata air itu tersinggung dengan ulah pengunjung
tersebut. Setelah mohon maaf, penyakit itupun dapat disembuhkan lagi.
Banyak pula
cerita manis di seputar mata air ini. Darmo, penduduk Magelang, yang kebetulan
sedang mandi di sendang itu mengatakan, penyakit kulit yang dideritanya
berangsur sembuh setelah mandi di tempat ini. Padahal, berbagai dokter sudah
menyerah terhadap penyakit kulit yang sudah menahun itu.
Atas petunjuk
seorang paranormal dia diminta mandi di mata air tersebut sebanyak sepuluh
kali. "Saya baru mandi tiga kali. Tapi, penyakit saya sudah menurun.
Mudah-mudahan, yang kesepuluh saya dapat sembuh total," ujarnya penuh
harap.
Para sejarawan sampai saat ini
belum dapat memastikan kapan candi itu dibangun dan siapa pendiri komplek candi
Gedongsongo. Namun melihat bentuk arsitektur candi, terutama bentuk bingkai
kaki candi, dapat disimpulkan bangunan candi ini sejaman dengan komplek candi
Dieng. Kemungkinan candi ini dibangun sekitar abad VIII M, pada masa
pemerintahan Dinasti Sanjaya. Hanya saja siapa nama raja pendirinya belum dapat
diketahui.
Candi
Gedongsongo berlatar belakang agama hindu, hal ini dapat dilihat dari arca-arca
yang menempati relung-relung candi. Misalnya arca Ciwa Mahadewa, Ciwa Mahaguru,
Ganeca, Dhurga Nahisasuramardhini, Nandiswara dan Mahakala.
Menurut Pakar
tentang Candi Evi Saraswati menyebutkan bangunan candi di Indonesia dapat
dibedakan menjadi dua tipe. Yaitu candi Hindu dan Candi Budha. Ciri umum dari
kedua tipe tersebut terletak pada bentuk bangunan. Candi Hindu cenderung
ramping, lancip dan tinggi. Sedangkan Candi Budha berbentuk bulat dan besar
seperti candi Borobudur.
Dilihat dari
fungsinya candi juga dibedakan menjadi dua fungsi, yaitu candi sebagai tempat
pemujaan atau ibadah dan candi yang dipakai sebagai tempat pemakaman. Sedangkan
candi yang berada di komplek Gedongsongo ini diperkirakan merupakan candi untuk
pemakaman. Karena pada saat ditemukan di sekitar candi banyak terdapat abu.
Sangat mungkin abu ini merupakan bekas pembakaran orang yang meninggal. Sesuai
ajaran Hindu orang yang meninggal biasanya dibakar.
Bangunan candi
yang masih utuh bentuknya kini tinggal lima
bangunan, yaitu candi I, II, III, IV dan V. Candi I terdiri satu bangunan dan
masih utuh, candi II terdiri dua bangunan bangunan induk masih utuh dan satunya
lagi tidak utuh. Candi III terdiri dari tiga bangunan yang semuanya masih utuh.
Candi IV terdapat empat bangunan candi, tetapi tinggal satu bangunan candi saja
yang masih utuh. Sedangkan Candi V tampat bekas-bekas pondasi candi yang
menunjukkan bahwa di sana
dahulu banyak sekali bangunan candi. Tetapi sekarang tinggal satu bangunan
candi induk yang masih utuh. Candi VI, VII, VIII dan IX sekarang sudah tidak
jelas lagi sisa-sisanya, karena beberapa reruntuhan bangunan yang terdapat di sana banyak yang
diamankan. Demikian pula beberapa arca juga disimpan oleh Suaka Peninggalan
Sejarah dan Purbakala Jawa Tengah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar