Kamis, 27 Januari 2011

Legenda Gunung Bromo ada disini

Gunung Bromo
Konon saat dewa-dewa masih suka turun ke bumi, kerajaan Majapahit mengalami serangan dari berbagai daerah. Penduduk bingung mencari tempat pengungsian, demikian juga dengan dewa-dewa. Pada saat itulah dewa mulai pergi menuju ke sebuah tempat, disekitar Gunung Bromo.
Gunung Bromo masih tenang, tegak diselimuti kabut putih. Dewa-dewa yang mendatangi tempat di sekitar Gunung Bromo, bersemayam di lereng Gunung Pananjakan. Di tempat itulah dapat terlihat matahari terbit dari Timur dan terbenam di sebelah Barat.

Di sekitar Gunung Pananjakan, tempat dewa-dewa bersemayam, terdapat pula tempat pertapa. Pertapa tersebut kerjanya tiap hari hanyalah memuja dan mengheningkan cipta. Suatu ketika hari yang berbahagia, istri itu melahirkan seorang anak laki-laki. Wajahnya tampan, cahayanya terang, dan merupakan anak yang lahir dari titisan jiwa yang suci. Sejak dilahirkan, anak tersebut menampakkan kesehatan dan kekuatan yang luar biasa. Saat ia lahir, anak pertapa tersebut sudah dapat berteriak. Genggaman tangannya sangat erat, tendangan kakinya pun kuat dan tidak seperti anak-anak lain. Bayi tersebut dinamai Joko Seger, yang artinya Joko yang sehat dan kuat.

Di tempat sekitar Gunung Pananjakan, pada waktu itu ada seorang anak perempuan yang lahir dari titisan dewa. Wajahnya cantik dan elok. Dia satu-satunya anak yang paling cantik di tempat itu. Ketika dilahirkan, anak itu tidak layaknya bayi lahir. Ia diam, tidak menangis sewaktu pertama kali menghirup udara. Bayi itu begitu tenang, lahir tanpa menangis dari rahim ibunya. Maka oleh orang tuanya, bayi itu dinamai Rara Anteng.

Dari hari ke hari tubuh Rara Anteng tumbuh menjadi besar. Garis-garis kecantikan nampak jelas diwajahnya. Termasyurlah Rara Anteng sampai ke berbagai tempat. Banyak putera raja melamarnya. Namun pinangan itu ditolaknya, karena Rara Anteng sudah terpikat hatinya kepada Joko Seger.

Suatu hari Rara Anteng dipinang oleh seorang bajak yang terkenal sakti dan kuat. Bajak tersebut terkenal sangat jahat. Rara Anteng yang terkenal halus perasaannya tidak berani menolak begitu saja kepada pelamar yang sakti. Maka ia minta supaya dibuatkan lautan di tengah-tengah gunung. Dengan permintaan yang aneh, dianggapnya pelamar sakti itu tidak akan memenuhi permintaannya. Lautan yang diminta itu harus dibuat dalam waktu satu malam, yaitu diawali saat matahari terbenam hingga selesai ketika matahari terbit. Disanggupinya permintaan Rara Anteng tersebut.

Pelamar sakti tadi memulai mengerjakan lautan dengan alat sebuah tempurung (batok kelapa) dan pekerjaan itu hampir selesai. Melihat kenyataan demikian, hati Rara Anteng mulai gelisah. Bagaimana cara menggagalkan lautan yang sedang dikerjakan oleh Bajak itu? Rara Anteng merenungi nasibnya, ia tidak bisa hidup bersuamikan orang yang tidak ia cintai. Kemudian ia berusaha menenangkan dirinya. Tiba-tiba timbul niat untuk menggagalkan pekerjaan Bajak itu.
Rara Anteng mulai menumbuk padi di tengah malam. Pelan-pelan suara tumbukan dan gesekan alu membangunkan ayam-ayam yang sedang tidur. Kokok ayam pun mulai bersahutan, seolah-olah fajar telah tiba, tetapi penduduk belum mulai dengan kegiatan pagi.

Bajak mendengar ayam-ayam berkokok, tetapi benang putih disebelah timur belum juga nampak. Berarti fajar datang sebelum waktunya. Sesudah itu dia merenungi nasib sialnya. Tempurung (Batok kelapa) yang dipakai sebagai alat mengeruk pasir itu dilemparkannya dan jatuh tertelungkup di samping Gunung Bromo dan berubah menjadi sebuah gunung yang dinamakan Gunung Batok.

Dengan kegagalan Bajak membuat lautan di tengah-tengah Gunung Bromo, suka citalah hati Rara Anteng. Ia melanjutkan hubungan dengan kekasihnya, Joko Seger. Kemudian hari Rara Anteng dan Joko Seger sebagai pasangan suami istri yang bahagia, karena keduanya saling mengasihi.
Pasangan Rara Anteng dan Jaka Seger membangun pemukiman dan kemudian memerintah di kawasan Tengger dengan sebutan Purbowasesa Mangkurat Ing Tengger, maksudnya “Penguasa Tengger Yang Budiman”. Nama Tengger diambil dari akhir suku kata nama Rara Anteng dan Jaka Seger. Kata Tengger berarti juga Tenggering Budi Luhur atau pengenalan moral tinggi, simbol perdamaian abadi.

Dari waktu ke waktu masyarakat Tengger hidup makmur dan damai, namun sang penguasa tidaklah merasa bahagia, karena setelah beberapa lama pasangan Rara Anteng dan Jaka Tengger berumahtangga belum juga dikaruniai keturunan. Kemudian diputuskanlah untuk naik ke puncak gunung Bromo untuk bersemedi dengan penuh kepercayaan kepada Yang Maha Kuasa agar karuniai keturunan.

Tiba-tiba ada suara gaib yang mengatakan bahwa semedi mereka akan terkabul namun dengan syarat bila telah mendapatkan keturunan, anak yang bungsu harus dikorbankan ke kawah Gunung Bromo, Pasangan Roro Anteng dan Jaka Seger menyanggupinya dan kemudian didapatkannya 25 orang putra-putri, namun naluri orang tua tetaplah tidak tega bila kehilangan putra-putrinya. Pendek kata pasangan Rara Anteng dan Jaka Seger ingkar janji, Dewa menjadi marah dengan mengancam akan menimpakan malapetaka, kemudian terjadilah prahara keadaan menjadi gelap gulita kawah Gunung Bromo menyemburkan api.

Kesuma anak bungsunya lenyap dari pandangan terjilat api dan masuk ke kawah Bromo, bersamaan hilangnya Kesuma terdengarlah suara gaib :”Saudara-saudaraku yang kucintai, aku telah dikorbankan oleh orang tua kita dan Hyang Widi menyelamatkan kalian semua. Hiduplah damai dan tenteram, sembahlah Hyang Widi. Aku ingatkan agar kalian setiap bulan Kasada pada hari ke-14 mengadakan sesaji kepada Hyang Widi di kawah Gunung Bromo. Kebiasaan ini diikuti secara turun temurun oleh masyarakat Tengger dan setiap tahun diadakan upacara Kasada di Poten lautan pasir dan kawah Gunung Bromo.


Sumber: Kumpulan Cerita Rakyat

Asal Usul Gunung Tangkuban Perahu


Di Jawa Barat tepatnya di Kabupaten Bandung terdapat sebuah tempat rekreasi yang sangat indah yaitu Gunung Tangkuban Perahu. Tangkuban Perahu artinya adalah perahu yang terbalik. Diberi nama seperti karena bentuknya memang menyerupai perahu yang terbalik. Konon menurut cerita rakyat Parahyangan gunung itu memang merupakan perahu yang terbalik. Berikut ini ceritanya.

Diceritakan bahwa Raja Sungging Perbangkara pergi berburu. Di tengah hutan Sang Raja membuang air seni yang tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Seekor babi hutan betina bernama Wayungyang yang tengah bertapa ingin menjadi manusia meminum air seni tadi. Wayungyang hamil dan melahirkan seorang bayi cantik. Bayi cantik itu dibawa ke keraton oleh ayahnya dan diberi nama Dayang Sumbi alias Rarasati.

Dayang Sumbi sangat cantik dan cerdas, banyak para raja yang meminangnya, tetapi seorang pun tidak ada yang diterima. Akhirnya para raja saling berperang di antara sesamanya. Galau hati Dayang Sumbi melihat kekacauan yang bersumber dari dirinya. Atas permitaannya sendiri Dayang Sumbi mengasingkan diri di sebuah bukit ditemani seekor anjing jantan yaitu Si Tumang. Ketika sedang asyik bertenun, toropong (torak) yang tengah digunakan bertenun kain terjatuh ke bawah. Dayang Sumbi karena merasa malas, terlontar ucapan tanpa dipikir dulu, dia berjanji siapa pun yang mengambilkan torak yang terjatuh bila berjenis kelamin laki-laki, akan dijadikan suaminya. Si Tumang mengambilkan torak dan diberikan kepada Dayang Sumbi.

Dayang Sumbi pun menikahi Si Tumang dan dikaruniai bayi laki-laki yang diberi nama Sangkuriang. Sangkuriang memiliki kekuatan sakti seperti ayahnya. Dalam masa pertumbuhannya, Sangkuring selalu ditemani bermain oleh Si Tumang yang yang dia ketahui hanya sebagai anjing yang setia, bukan sebagai ayahnya. Sangkuriang tumbuh menjadi seorang pemuda yang tampan, gagah perkasa dan sakti.
Pada suatu hari Sangkuriang berburu di dalam hutan disuruhnya Si Tumang untuk mengejar babi betina yang bernama Wayungyang. Karena si Tumang tidak menurut, Sangkuriang marah dan membunuh Si Tumang. Daging Si Tumang oleh Sangkuriang diberikan kepada Dayang Sumbi, lalu dimasak dan dimakannya. Setelah Dayang Sumbi mengetahui bahwa yang dimakannya adalah Si Tumang, kemarahannya pun memuncak serta merta kepala Sangkuriang dipukul dengan senduk yang terbuat dari tempurung kelapa sehingga luka dan diusirlah Sangkuriang.

Sangkuriang pergi mengembara mengelilingi dunia. Setelah sekian lama berjalan ke arah timur akhirnya sampailah di arah barat lagi dan tanpa sadar telah tiba kembali di tempat Dayang Sumbi, tempat ibunya berada. Sangkuriang tidak mengenal bahwa putri cantik yang ditemukannya adalah Dayang Sumbi – ibunya, begitu juga sebaliknya. Terjalinlah kisah kasih di antara kedua insan itu. Tanpa sengaja Dayang Sumbi mengetahui bahwa Sangkuriang adalah puteranya, dengan tanda luka di kepalanya.
Dayang Sumbi pun berusaha menjelaskan kesalahpahaman hubungan mereka. Walau demikian, Sangkuriang tetap memaksa untuk menikahinya. Dayang Sumbi meminta agar Sangkuriang membuatkan perahu dan telaga (danau) dalam waktu semalam dengan membendung sungai Citarum. Sangkuriang menyanggupinya.


Maka dibuatlah perahu dari sebuah pohon yang tumbuh di arah timur, tunggul/pokok pohon itu berubah menjadi gunung ukit Tanggul. Rantingnya ditumpukkan di sebelah barat dan mejadi Gunung Burangrang. Dengan bantuan para guriang, bendungan pun hampir selesai dikerjakan. Tetapi Dayang Sumbi bermohon kepada Sang Hyang Tunggal agar maksud Sangkuriang tidak terwujud. Dayang Sumbi menebarkan irisan boeh rarang (kain putih hasil tenunannya), ketika itu pula fajar pun merekah di ufuk timur. Sangkuriang menjadi gusar, dipuncak kemarahannya, bendungan yang berada di Sanghyang Tikoro dijebolnya, sumbat aliran sungai Citarum dilemparkannya ke arah timur dan menjelma menjadi Gunung Manglayang. Air Talaga Bandung pun menjadi surut kembali. Perahu yang dikerjakan dengan bersusah payah ditendangnya ke arah utara dan berubah wujud menjadi Gunung Tangkuban Perahu.
Sangkuriang terus mengejar Dayang Sumbi yang mendadak menghilang di Gunung Putri dan berubah menjadi setangkai unga jaksi. Adapun Sangkuriang setelah sampai di sebuah tempat yang disebut dengan Ujung berung akhirnya menghilang ke alam gaib (ngahiyang).

Senin, 24 Januari 2011

Legenda Gunung Ungaran




Gunung Ungaran
Menurut cerita rakyat setempat Gunung Ungaran tempat Candi Gedong Songo ini berdiri dahulu kala digunakan oleh Hanoman untuk menimbun Dasamuka dalam perang besar memperebutkan Dewi Sinta. Seperti diketahui dalam cerita pawayangan Ramayana yang tersohor itu Dasamuka telah menculik Dewi Sinta dari sisi Rama, suaminya.

Untuk merebut Sinta kembali pecahlah perang besar antara Dasamuka dengan bala tentara raksasanya melawan Rama yang dibantu pasukan kera pimpinan Hanoman. Syahdan dalam perang tersebut Dasamuka yang sakti tak bisa mati kendati dirajam berbagai   
senjata oleh Rama.

Gunung Ungaran
Melihat itu Hanoman yang anak dewa itu kemudian mengangkat sebuah gunung untuk menimbun tubuh Dasamuka. Jadilah Dasamuka tertimbun hidup-hidup oleh gunung yang kemudian hari disebut sebagai gunung Ungaran.

Dasamuka yang tertimbun hidu-hidup di dasar gunung Ungaran setiap hari mengeluarkan rintihan berupa suara menggelegak yang sebenarnya berasal dari sumber air panas yang terdapat disitu. Sumber air panas yang mengandung belerang itu sendiri akhirnya menjadi tempat mandi untuk menghilangkan beberapa penyakit kulit.

Pada masa hidupnya konon Dasamuka gemar minum minuman keras hingga siapapun yang datang ke Gunung Ungaran dengan membawa minuman keras akan membangkitkan nafsu Dasamuka. Mencium aroma miras erangan Dasamuka makin menjadi-jadi, ditandai sumber air panas makin menggelegak. Kalau sampai tubuh Dasamuka bergerak-gerak bahkan bisa menimbulkan gempa kecil. Demikian menurut cerita masyarakat setempat.

Untuk sampai ke lokasi Candi Gedong Songo sangat mudah. dari kota Ambarawa hanya berjarak sekitar 15 Km yaitu ke arah barat melewati obyek wisata Bandungan. Jika dari Ungaran jaraknya hanya 12 Km melalui Karangjati.

Masyarakat yakin jika candi ini ditunggu oleh makhluk gaib yang berjuluk Mbah Murdo. "Berdasarkan cerita eyang buyut Candi Gedong Songo dibangun oleh Ratu Sima untuk persembahan kepada Dewa," ujarnya seperti dikutip Misteri. Konon, tiap kali menghadapi masalah yang pelik Ratu Sima bersemedi di candi ini agar mendapatkan jalan keluar yang terbaik.

Agaknya, candi inipun mempunyai kekuatan yang sakti. Buktinya, kebesaran Ratu Sima diakui oleh lawan-lawannya. Bahkan beberapa kerajaan takluk dan tunduk di bawah kekuasan Ratu Sima. Namun, Siswoyo menegaskan, cerita tersebut hanyalah turun-temurun dari nenek moyangnya.

Sampai saat ini banyak pengunjung yang melakukan ritual khusus di candi tersebut. Mereka memohon berbagai pertolongan agar tujuannya dapat dikabulkan. Kabarnya, candi yang paling banyak dipakai untuk bersemedi adalah candi yang terletak di deretan paling atas.

Sebelum memasuki wilayah Candi Gedong Songo, sebaiknya pengunjung harus meminta ijin terlebih dulu kepada Mbah Murdo, yang dipercaya sebagai penghuni gaib kawasan ini. Sampaikan salam kepadanya, agar perjalanan atau ritual Anda tak terganggu.

Di kawasan cagar budaya Candi Gedongsongo yang bersuhu rata-rata 19 sampai 27 derajad celcius ini ternyata memiliki bio energi terbaik di Asia. Bioenergi di kawasan ini bahkan lebih baik dari yang berada di pegunungan Tibet atau pegunungan lain di Asia. Setelah kita menghirup bioenergi ini dapat memberikan kesegaran di pikiran sehingga memunculkan ide-ide segar. Hal ini akan sangat membantu memberikan kemajuan dan meningkatkan kualitas hidup.

Banyak mata air dengan kepulan asap yang berbau menyengat. Konon, air ini penuh tuah. Terutama untuk menyembuhkan penyakit kulit yang diderita seseorang.

Mata air keramat itu dijaga oleh Nyai Gayatri, perempuan asal Pulau Dewata. Konon, semasa hidupnya Nyai Gayatri adalah dayang Ratu Sima, yang dipercaya sebagai raja pertama di Tanah Jawa. Ketika meninggal dunia, ia memilih menjaga mata air yang mengandung belerang itu.

Kabarnya, Nyai Gayatri tergolong makhluk yang baik hati. Ia suka memberi pertolongan kepada sesama, terutama menyembuhkan berbagai jenis penyakit kulit. Tapi, jangan coba-coba menyepelekan dia karena akibatnya bisa fatal.
Pernah suatu ketika ada seorang pengunjung yang kencing di mata air tersebut. Tiba-tiba ia menjerit seperti ada yang mencekik dirinya. Setelah dibawa ke paranormal, rupanya, Nyai Gayatri, penunggu mata air itu tersinggung dengan ulah pengunjung tersebut. Setelah mohon maaf, penyakit itupun dapat disembuhkan lagi.

Banyak pula cerita manis di seputar mata air ini. Darmo, penduduk Magelang, yang kebetulan sedang mandi di sendang itu mengatakan, penyakit kulit yang dideritanya berangsur sembuh setelah mandi di tempat ini. Padahal, berbagai dokter sudah menyerah terhadap penyakit kulit yang sudah menahun itu.

Atas petunjuk seorang paranormal dia diminta mandi di mata air tersebut sebanyak sepuluh kali. "Saya baru mandi tiga kali. Tapi, penyakit saya sudah menurun. Mudah-mudahan, yang kesepuluh saya dapat sembuh total," ujarnya penuh harap.
Para sejarawan sampai saat ini belum dapat memastikan kapan candi itu dibangun dan siapa pendiri komplek candi Gedongsongo. Namun melihat bentuk arsitektur candi, terutama bentuk bingkai kaki candi, dapat disimpulkan bangunan candi ini sejaman dengan komplek candi Dieng. Kemungkinan candi ini dibangun sekitar abad VIII M, pada masa pemerintahan Dinasti Sanjaya. Hanya saja siapa nama raja pendirinya belum dapat diketahui.

Candi Gedongsongo berlatar belakang agama hindu, hal ini dapat dilihat dari arca-arca yang menempati relung-relung candi. Misalnya arca Ciwa Mahadewa, Ciwa Mahaguru, Ganeca, Dhurga Nahisasuramardhini, Nandiswara dan Mahakala.

Menurut Pakar tentang Candi Evi Saraswati menyebutkan bangunan candi di Indonesia dapat dibedakan menjadi dua tipe. Yaitu candi Hindu dan Candi Budha. Ciri umum dari kedua tipe tersebut terletak pada bentuk bangunan. Candi Hindu cenderung ramping, lancip dan tinggi. Sedangkan Candi Budha berbentuk bulat dan besar seperti candi Borobudur.
Dilihat dari fungsinya candi juga dibedakan menjadi dua fungsi, yaitu candi sebagai tempat pemujaan atau ibadah dan candi yang dipakai sebagai tempat pemakaman. Sedangkan candi yang berada di komplek Gedongsongo ini diperkirakan merupakan candi untuk pemakaman. Karena pada saat ditemukan di sekitar candi banyak terdapat abu. Sangat mungkin abu ini merupakan bekas pembakaran orang yang meninggal. Sesuai ajaran Hindu orang yang meninggal biasanya dibakar.

Bangunan candi yang masih utuh bentuknya kini tinggal lima bangunan, yaitu candi I, II, III, IV dan V. Candi I terdiri satu bangunan dan masih utuh, candi II terdiri dua bangunan bangunan induk masih utuh dan satunya lagi tidak utuh. Candi III terdiri dari tiga bangunan yang semuanya masih utuh. Candi IV terdapat empat bangunan candi, tetapi tinggal satu bangunan candi saja yang masih utuh. Sedangkan Candi V tampat bekas-bekas pondasi candi yang menunjukkan bahwa di sana dahulu banyak sekali bangunan candi. Tetapi sekarang tinggal satu bangunan candi induk yang masih utuh. Candi VI, VII, VIII dan IX sekarang sudah tidak jelas lagi sisa-sisanya, karena beberapa reruntuhan bangunan yang terdapat di sana banyak yang diamankan. Demikian pula beberapa arca juga disimpan oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Tengah.

Adventure




Minggu, 23 Januari 2011

Pantai Teleng Ria Pacitan



Pantai Teleng Ria adalah Pantai yang terdekat dari kota Pacitan, dapat ditempuh sekitar 5 menit dari pusat kota. Pantai ini juga dalam jajaran Pantai Selatan dengan luas pasir putih sepanjang sekitar 3 km. Jarak dari Ibukota Kabupaten Pacitan ke lokasi pantai Teleng Ria hanya 3,5 km, dan sangat mudah dicapai dengan berbagai kendaraan.

Gelombang yang bergulung-gulung dengan indahnya merupakan media yang sangat indah dan menyenangkan untuk berenang bagi wisatawan asing, meskipun berbahaya dan juga sebagai wahana piknik bersama keluarga. Pantai ini memiliki pasir putih dan panorama yang indah dengan pemandangan sekitar, yaitu gunung limo, dan beberapa gunung yang menjulang lainya.

Untuk saat ini, pantai yang dikelola PT. Eljohn ini menyediakan Berbagai fasilitas pendukung yang telah dibangun; Watch Tower untuk menikmati ombak laut selatan, kolam renang dan tempat bermain, panggung untuk acara budaya untuk Bonggo Budoyo dan area berkemah, daerah penangkapan, hotel, dan makanan tradisional Pacitan, serta masih banyak fasilitas pendukung lainya.

Di Area Pantai ini juga terdapat penginapan bagi wisatawan asing, gasebo, tempat karaoke, dll. Pantai ini juga diterapkan untuk Tempat Pelelangan Ikan (TPI) sehingga pengPost Optionsunjung dapat membeli ikan segar. bener-bener sangat indah alamku..

Pesona Wisata Goa Gong Pacitan


Pacitan berada  di provinsi Jawa Timur yang sekaligus menjadi daerah asal Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono. Secara geografis, sebagian besar wilayah Pacitan merupakan kawasan bebatuan di antara deretan pegunungan dan terletak di pesisir Pantai Selatan pulau Jawa. Untuk menuju pusat kota Pacitan, anda dapat menempuh perjalanan dari Surabaya, Ibukota provinsi Jawa Timur sekitar 5 hingga 6 jam menggunakan kendaraan pribadi ataupun umum. Sesampainya di kota Pacitan, anda dapat langsung menuju kecamatan Punung, kabupaten Pacitan lebih kurang 15 kilometer. Dari kecamatan Punung, anda dapat melanjutkan perjalanan menuju desa Bomo sekitar 5 kilometer. Dengan mengikuti marka jalan yang telah tersedia di sepanjang jalan utama desa Bomo, anda telah dapat menemukan lokasi Goa Gong itu.

Sesampainya di lokasi Goa Gong, cukup membayar harga tiket masuk sebesar 4 ribu rupiah per orang, anda dapat langsung menuju mulut goa. Untuk melihat dari dekat pesona Goa Gong itu, anda harus terlebih dahulu melewati puluhan anak tangga. Karena penerangan di dalam goa ini hanya berasal dari beberapa buah lampu saja, anda disarankan untuk membawa lampu senter. Untuk memudahkan langkah anda selama berada di dalam goa, anda dapat menjadikan besi yang telah tersedia di sebelah kanan-kiri dinding goa sebagai pegangan.

Konon, Goa Gong ini berhasil ditemukan pada  5 Maret 1995 oleh seorang warga desa Bomo yang bernama Mbah Noyo Semita. Goa ini terletak di atas daerah perbukitan kapur dan secara keseluruhan panjangnya mencapai 256 meter. Pesona stalagtit dan stalakmit yang ukurannya beragam menjadi daya tarik tersendiri dari Goa Gong.

Dari tempat anda berdiri, stalaktit dan satalagmit itu tampak menjulang dan terlihat kokoh menempel di langit goa. Pesona goa ini terlihat semakin menarik ketika dinding goa terkena pancaran sinar lampu senter yang anda nyalakan. Ruangan di dalam goa ini relatif besar. Begitu besarnya ruangan itu, keheningan goa dapat anda rasakan ketika berada di dalam goa.

Goa Gong masih menyimpan sejuta pesona yang konon tidak dapat teruntai dengan kata namun hanya dapat dibuktikan ketika anda melihatnya sendiri. Apa anda mulai tertarik untuk menemukan pesona tersendiri dari Goa Gong ini.



 Datang dan kunjungilah Goa Gong di Pacitan